JURNALIKA

Jurnalistik Politeknik AKA Bogor

Kotornya Pemilu Negeri Ini dalam Film Dirty Vote

Sumber : @Ilustrator23 pada sosial media X

Jurnalikanews – Minggu lalu (11/02/2024), Indonesia dihebohkan dengan kemunculan film dokumenter bertajuk ‘Dirty Vote’ yang dirilis pada pukul 11.11 WIB. Film dokumenter ini digarap oleh Dandhy Dwi Laksono, yang juga telah menggarap beberapa film dokumenter terkemuka lainnya. Sebut saja film ‘Sexy Killers’ pada pemilu 2019 kemarin atau ‘Pulau Plastik’ di tahun 2021. Dalam film tersebut, dijabarkan informasi mengenai berbagai kecurangan dalam pemilu 2024 ini. Informasi tersebut dipresentasikan oleh 3 pakar hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. “Film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita, dan bagaimana politisi telah mempermainkan hak publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka,” ungkap Feri Amsari di menit-menit awal.

Film berdurasi hampir dua jam ini berisikan penjelasan mengenai kecurangan-kecurangan yang telah menodai pemilu di negeri ini. Contoh, Provinsi Kalimantan Utara yang mekar pada tahun 2013, baru dianggap sebagai provinsi baru pada pemilu di tahun 2019. Hal ini berbanding terbalik dengan provinsi Papua yang setelah dimekarkan menjadi 6 provinsi pada tahun 2022, mereka dianggap sebagai provinsi baru dan dapat turut serta memilih di pemilu 2024. Hal ini menimbulkan persepsi buruk mengingat Jokowi selalu menang >80% di Papua.

Tak berhenti disana, diungkap pula ketidaknetralan PJ Gubernur yang ditunjuk oleh Presiden. Contoh, PJ Kalimantan Barat dan PJ Sorong yang menghimbau untuk mendukung salah satu paslon. Tak hanya PJ Gubernur, bahkan ribuan perangkat desa mendeklarasikan dukungan mereka terhadap paslon 02 pada 19 November 2023. Acara deklarasi dukungan tersebut diikuti oleh kelompok Desa Bersatu.

Selain kecurangan diatas, terdapat pula kasus politisasi bansos (bantuan sosial). Dimana, nilai anggaran bansos pada tahun politik ini jauh lebih besar dibandingkan anggaran bansos pada pandemi Covid-19 silam. Tentu saja hal ini menimbulkan pertanyaan setelah direnungkan, terkait fungsi dari bansos itu sendiri apakah sebagai amanah dari sila kelima Pancasila atau justru sebagai bantuan politik dan pejabat guna meraih tujuan kelompok. Selain itu, film ini banyak membahas mengenai kecurangan lainnya seperti Mahkamah Konstitusi yang tiba-tiba saja mengubah beberapa peraturan, sehingga Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo dan keponakan dari Anwar Usman (pimpinan MK), dapat mencalonkan diri sebagai pasangan dari Prabowo Subianto.

Film ini pun ditutup dengan epic oleh Bivitri dengan kalimat, “Untuk menjalankan skenario kotor seperti ini, tak perlu kepintaran atau kecerdasan. Yang diperlukan cuma dua, mental culas dan tahan malu,” tandasnya. Tak lama setelah film ini mengudara, TKN 02 sudah sibuk untuk mempersiapkan konferensi
pers mengenai film tersebut. Mereka mengganggap bahwa film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah. Pernyataan ini tentu berbanding terbalik dengan dua paslon lainnya yang menganggap bahwa film ini merupakan pendidikan publik mengenai dipermainkannya demokrasi untuk kepentingan kelompok (01) dan menganggap film tersebut penting sebagai edukasi politik untuk masyarakat (03), meskipun dalam film tersebut disebutkan pula ‘dosa’ masing-masing paslon 01 dan 03.

Meskipun film ini menjadi cukup sulit dicari melalui bar aplikasi YouTube dikarenakan terkena shadowbanned, film ini dapat ditonton dengan mencari tautannya terlebih dahulu di sosial media lainnya seperti X atau Instagram. Sejak film ini dirilis, film ini menjadi trending pada jejaring sosial X selama lebih dari 2 hari. Tertarik untuk menonton? (AA)