JURNALIKA

Jurnalistik Politeknik AKA Bogor

AKSI BERUJUNG PENANGKAPAN, SALAH SIAPA?

33744-aksi-evaluasi-3-tahun-jokowi-jk

Jurnalikanews- Tentu sebuah kewajaran apabila rakyat dari sebuah negara menagih atas apa yang telah dijanjikan oleh penguasa yang selama ini sedang bertakhta. Tepat 20 Oktober 2017, tiga tahun sudah Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, menjadi penguasa di negeri agraria dengan segala keindahannya. Momen ini dimanfaatkan bagi mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia untuk melayangkan TUGU RAKYAT, yaitu Tuntutan Pembangunan Pro-Rakyat yang berisi harapan untuk mewujudkan Indonesia bermartabat.

Sudah kita ketahui bersama bahwa aksi yang bertempat di Istana Negara tersebut, berujung pada penangkapan 12 mahasiswa oleh aparat kepolisian yang dinggap menjadi provokator kericuhan. Bagaimana bisa?

“Tidak ada kericuhan sama sekali. Kami sudah melakukan pemberitahuan ke polda H-3, perizinan sudah beres,“, tutur Presiden Mahasiswa IMAKA, M. Fauzi Ramadhan. Aksi ini dimulai siang hari setelah dzuhur yang berisi orasi, teatrikal, dan diakhiri dengan sidang rakyat. “Semua acara berjalan lancar, mulai dari ba’da zuhur sampai magrib semuanya lancar. Rangkaiannya di akhiri dengan sidang rakyat.” Dalam aksinya, mahasiswa melayangkan isu-isu dari berbagai bidang, mulai dari isu maritim, ekonomi, korupsi, politik, hukum, dan lingkungan. “Di sidang rakyat ini kami sangat berharap presiden hadir agar mengetahui apa sebenarnya tuntutan rakyat. Tapi sayangnya presiden tidak hadir, maka kami bikin figurannya saja, semua tuntutan isu dari masing-masing koordinator isu dirangkum dan dilayangkan menjadi satu tuntutan,” kata Presma IMAKA.

Fauzi menjelaskan bahwa pada dasarnya dalam peraturan disebutkan bahwa peserta aksi harus bubar pada 18.00 WIB. Tetapi jika kita berpaku pada undang-undang, bisa dikatakan bahwa undang-undang ini sudah tidak berlaku lagi. “Bukannya kita tidak taat peraturan, tapi tentu kita masih sama-sama ingat ada aksi besar-besaran sampai jam tiga pagi untuk membela pejabat yang terlibat kasus hukum, dibiarkan begitu saja, aparat hanya diam, supremasi hukumnya sudah tidak ada,” kata Fauzi. Dia menambahkan, peserta aksi dari mulai pukul 18.00 tidak melakukan orasi sama sekali. “…jika dibilang ada perbedaan antara aksi yang kita lakukan dengan aksi simpatik yang menyalakan lilin sampai jam tiga pagi, kami lakukan hal yang sama, tidak ada orasi, hanya bersholawat. Kami berdoa seperti halnya mendoakan Indonesia yang sedang sakit, mendoakan Presiden agar sadar, dan kami bertahan sampai jam 12 malam menunggu presiden mau menemui kita tanpa ada mekanisme aksi sedikitpun,” tambahnya.

Namun, tak lama setelah media massa berpulangan dan hanya tinggal beberapa saja yang masih ditempat, mahasiswa yang terkumpul di jalan Merdeka Barat, tepatnya di depan gedung Menko Pemberdayaan, mengalami tekanan mental berupa dikepung oleh aparat polisi berseragam lengkap dari sisi depan dan sisi belakang, juga kerumunan polisi berbaju sipil dari sisi kanan. “…dari situ kita mulai diserang secara mental, ditambah degan teriakan – teriakan dari pihak aparat seperti halnya serdadu yang siap perang. Namun kita kondisikan massa untuk tenang dan terus bershalawat dan berdoa, supaya kondusif semuanya sampai setengah satu.” Jelas Fauzi, ketika ditanya soal kondisi massa sebelum terjadi insiden penangkapan oleh pihak polisi.

aksi mahasiswaMenginjak pukul satu, pihak polisi di bagian belakang mulai maju dengan dalih bahwa mahasiswa menghalangi jalan yang merupakan kebutuhan publik dan mendesak mahasiswa untuk membubarkan diri. Mau tak mau massa kemudian terpecah dan dipaksa berdiri, tak lama pihak polisi mulai mendorong dan menarik mahasiswa hingga merusak tanaman maupun pohon kecil di sekitar jalan Merdeka, yang kemudian perusakan ini dijadikan tuntutan atas dasar perusakan fasilitas publik.

“…kita sudah mundur, kita lagi jalan mundur. Karena kalo dilanjutkan ini gak bakal kondusif lagi dan malah perang, maka keputusan semua Presiden Mahasiswa untuk mengakhiri dan menginstruksikan untuk melepas almet dan kembali ke Stasiun Juanda. Tapi walaupun dalam perjalanan mundur pun kita tetap didorong dan disaat itu banyak pencidukan.” Tutur Fauzi.

Adapun kronologi pencidukan terjadi akibat mahasiswa yang menahan dorongan dari pihak polisi maupun yang memberi komando dianggap sebagai provokator dan berakhir dengan peringkusan oleh petugas. Tak hanya dengan peringkusan semata, insiden pemukulan pun dialami oleh beberapa mahasiswa termasuk mereka yang diamankan oleh pihak polisi. Namun, pencidukan ini tidak semata – mata dilakukan pada mahasiswa yang terbilang vokal saja, dalam hal ini polisi meringkus beberapa mahasiswa dengan random. Bahkan diakui oleh Presiden Mahasiswa IMAKA bahwa salah satu mahasiswa AKA yang tertangkap bukanlah termasuk pribadi yang vokal dalam insiden kemarin.

Hingga berita ini diturunkan, sepuluh di antara mahasiswa yang diamankan oleh pihak kepolisian telah dipulangkan ke rumah masing – masing, dengan handphone disita sebagi barang bukti. Namun, mahasiswa atas nama Ihsan Munawar (STEI SEBI) selaku Koordinator Lapangan Aksi dan Ardi Sutrisbi (IPB) yang merupakan mantan Koordinator Wilayah BSJB (BEM Se-Jawa Barat), masih ditahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan perusakan fasilitas publik dan sudah dipindahkan dari Ditreskim. Begitupun status tersangka telah dilayangkan untuk Panji Laksono yang diketahui sebagai Presiden Mahasiswa BEM KM IPB sekaligus Koordinator Isu Agraria BEM-SI dan Wildan Wahyu Nugroho yang diketahui sebagai Koordiantor Pusat BEM-SI, dengan diberikannya surat pemanggilan dari Polda Metro Jaya pada sabtu lalu (21/10).

 “…dan sekarang kita belum tahu, kemana mereka dipindahkan. Tapi segala upaya untuk pembebasan mahasiswa ini sedang kami susun, kalo upaya hukum kita punya LBH (Lembaga Bantuan Hukum) dari PAHAM (Pusat Advokasi dan Hak Asasi Manusia) dan kita sudah kerja sama dengan direkturnya, dan juga memang ada jaringan dari beberapa alumni yang sekarang sudah menjadi pengacara. Upaya hukum kita tempuh terus, (karena) urusannya dengan pasal kita juga harus paham.” Ungkap Fauzi. Meski begitu banyak mahasiswa dari berbagai wilayah sedang berkonsolidasi dan membicarakan langkah yang akan diambil, dengan menunggu momentum pada 28 Oktober yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, menunggu keputusan dari BEM-SI untuk melanjutkan aksi dengan menghadirkan mahasiswa dari seluruh Indonesia.

“Karena kalo gak dengan cara seperti itu, gak ada ketertekanan dari publik yang bisa mengeluarkan mereka. Dan jika memang jadi, aksi di tanggal 28 Oktober nanti difokuskan untuk pembebasan teman – teman kita yang masih ditahan.”, begitu ungkap Fauzi saat ditemui di kampus Politeknik AKA Bogor lalu. (noefa/sullivan)

Sumber gambar :

  1. https://www.koranperdjoeangan.com/pembubaran-aksi-3-tahun-jokowi-jk-3-terluka-dan-13-mahasiswa-ditangkap/

        2. https://www.suara.com/foto/2017/10/20/183313/aksi-evaluasi-3-tahun-jokowi-jk–page-5