JURNALIKA

Jurnalistik Politeknik AKA Bogor

Sumber Air di Indonesia yang Terkontaminasi Tinja

Sumber : apahabar.com

Jurnalikanews- Pencemaran air menjadi salah satu masalah di negara Indonesia dan sulit untuk dikendalikan. Terjadinya pencemaran air bisa membuat kualitas air menurun. Air merupakan sumber daya alam terbesar yang tidak bisa diperbarui. Oleh sebab itu kasus pencemaran air ini menjadi salah satu masalah serius karena bisa berdampak bagi kesehatan lingkungan dan juga manusia.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tentang Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga pada 2020, dikatakan hampir 70% dari 20.000 sumber air minum rumah tangga yang diuji di Indonesia terkontaminasi oleh limbah tinja. Menanggapi itu, UNICEF mengungkapkan hal itu menjadi penyebab utama dari kematian anak di bawah 5 tahun.

”Terlalu banyak anak yang tinggal di komunitas yang terkena dampak sanitasi yang tidak aman, yang membahayakan setiap aspek perkembangan mereka,” kata Perwakilan UNICEF, Robert Gass. Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam meningkatkan mutu sanitasi dasar. Namun, angka rumah tangga yang memiliki sarana toilet dengan sambungan tangka septik yang tertutup dan yang rutin membersihkan tangkinya minimal satu kali dalam lima tahun adalah kurang dari 8%. Akibatnya, limbah tinja tidak terkelola dengan baik sehingga mencemari lingkungan dan sumber air sekitar. Kontaminasi pada air tanah dapat bersumber dari proses perembesan maupun kontaminasi dari saptik tank, tempat pembuangan limbah, kotoran hewan ternak, saluran irigasi dan sungai.

UNICEF pun meluncurkan kampanye baru untuk melakukan sanitasi aman. Kampanye UNICEF bertajuk #DihantuiTai bertujuan memberikan pemahaman kepada keluarga-keluarga Indonesia tentang sanitasi aman dan dampak pencemaran sumber air oleh tinja terhadap kesehatan masyarakat. Melalui kampanye yang dilaksanakan secara online ini, UNICEF meminta kepada rumah-rumah tangga Indonesia untuk memasang, memeriksa, atau mengganti tangki septiknya serta rutin menguras tangki minimal satu kali setiap tiga hingga lima tahun. Karena virus bakteri yang dihasilkan dari tinja bisa berasal darimana saja, jika sanitasi tidak dikelola dengan baik, maka pencemaran bisa terjadi dimana saja yang nantinya akan menimbulkan penyakit.  Kampanye ini memiliki misi yaitu menyelamatkan wilayah-wilayah yang dihantui oleh tinja.

“Sanitasi yang aman bisa mengubah kehidupan anak-anak dan membuka kesempatan untuk mereka mewujudkan potensi dirinya,” ujar Perwakilan UNICEF, Robert Gass. “Sayangnya, ada begitu banyak anak yang tinggal di daerah-daerah terdampak sanitasi tidak aman dan hal ini mengancam setiap aspek pertumbuhan mereka.”

Salah satu tantangan utama dalam meningkatkan akses ke sanitasi aman adalah kesadaran masyarakat yang rendah terhadap risiko kesehatan masyarakat akibat pengelolaan tangki septik yang tidak memadai dan frekuensi pengurasan tangki yang juga rendah.  Banyak keluarga belum memahami pentingnya menghubungkan toilet dengan sistem pembuangan dengan pipa atau bahwa tangki septik perlu dibersihkan secara berkala.

“Masa pandemi meningkatkan perhatian terhadap pentingnya hidup di lingkungan yang bersih,” kata Robert Gass. “Sanitasi yang tidak dikelola dengan baik bisa melemahkan daya tahan tubuh anak-anak sehingga menimbulkan dampak yang permanen, bahkan kematian. Melalui kampanye ini, kami harap akan makin banyak masyarakat Indonesia yang mau lebih berperan dalam mengelola sanitasi rumah tangga demi meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak serta keluarga mereka.” Dalam studinya, UNICEF menunjukkan data begitu banyak anak yang berada di daerah-daerah terimbas sanitasi tidak aman, hal ini sangat membahayakan setiap aspek pertumbuhan mereka. (SAS)