JURNALIKA

Jurnalistik Politeknik AKA Bogor

Impostor Syndrome, Kondisi Kelainan Akibat Dari Bermain “Among Us”

(sumber: https://gadgetren.com/2020/10/05/cepat-kalah-ini-lima-cara-agar-tak-mudah-tertipu-main-among-us-119449/)

Jurnalikanews – Pandemi seperti ini tentunya tidak membatasi interaksi bermain masyarakat pada umumnya , seperti yang sedang marak pada saat ini yaitu permainan Among Us di kalangan anak muda, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Among Us menampilkan beragam karakter yang berwarna-warni dengan masing-masing tugas yang berbeda dalam permainan. Tidak sebatas mencari kesenangan saja , permainan ini juga membutuhkan strategi untuk mencapai tujuannya .Salah satu karakter bernama ‘impostor‘ bertugas membunuh karakter lain tetapi sebisa mungkin tak diketahui. Selain dari itu , sang ‘impostor‘ bisa saja mengelabui karakter lain, dengan menuduh bahwa karakter lain lah impostor sebenarnya. Permainan yang sederhana namun butuh trik “menipu dan mengelabui” ini menjadi alternatif menghabiskan waktu bersama teman-teman saat merasa bosan pada masa pandemi seperti ini.

Namun, apakah karakter ‘impostor’ dalam permainan Among Us ini ada kaitannya dengan Impostor Syndrome? .

Impostor Syndrome atau yang juga disebut dengan fraud syndrome atau sindrom penipu adalah kondisi psikologi yang sering kali dialami seseorang yang tengah memiliki pencapaian tertentu, namun merasa tak layak memiliki pencapaian tersebut, dan bahkan lebih pantas orang lain yang menerimanya . Sindrom ini juga sering kali menyerang orang yang merasa harus melakukan semuanya sendiri. Selain itu, orang yang merasa ingin sukses dan menunjukkan pembuktian juga banyak yang mengalami Impostor Syndrome. Melansir dari Hello Sehat, Impostor Syndrome merupakan kondisi mental di mana seseorang merasa tidak pantas meraih kesuksesan atau pencapaian tertentu. Sindrom tersebut memang tidak masuk dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang berarti bukan termasuk gangguan jiwa. Meskipun begituImpostor Syndrome cukup umum dalam kehidupan masyarakat yang kadang disertai gejala gangguan kecemasan dan depresi. 

Pakar Impostor Syndrome Valerie Young, menunjukkan bahwa ada pola diri yang nyatanya bisa membentuk Impostor Syndrome, salah satunya adalah orang yang perfeksionis. Orang yang perfeksionis menetapkan ekspektasi yang sangat tinggi pada diri mereka sendiri. Bahkan jika telah memenuhi 99 persen dari tujuannya, mereka tetap akan merasa gagal karena tidak mencapai 100 persen. Setiap kesalahan kecil juga akan membuat mereka mempertanyakan kompetensi mereka sendiri.

Adapun gejala dari seseorang mengalami Impostor Syndrome yaitu :

  • Gampang cemas
  • Tidak percaya diri
  • Frustasi atau depresi ketika gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan sendiri
  • Cenderung perfeksionis (menuntut kesempurnaan)

Kesimpulannya adalah , jadilah diri sendiri dan bangga dengan apa yang telah dicapai oleh perjuangan kita. Selalu self-proud atas apapun karya yang telah dicapai entah itu layak atau kurang layak. Tanamkan selalu kejujuran , jangan berbohong terhadap perasaan dan bersikap terus terang terhadap perasaan diri sendiri . (BAW)