Jurnalikanews– Kerusuhan di Hongkong terjadi dikarenakan Biro keamanan Hongkong menyerahkan dokumen berisikan usulan amandemen undang-undang ekstradisi yang akan mengizinkan ekstradisi tahanan ke sejumlah negara, termasuk China, di luar perjanjian bilateral. RUU ini menimbulkan penolakan dari kalangan masyarakat. Masyarakat menilai bahwa RUU ini tidak sesuai dengan sistem pemerintahan Hong Kong yang menerapkan kebijakan one country, two systems. Kebijakan ini membuat Hong Kong berbeda dengan China, pemerintah Hong Kong lebih demokratis dari pemerintah China karena pemerintah Hong Kong memberikan kebebasan berpendapat kepada masyarakatnya. Dengan adanya RUU ini pelanggar aturan akan di ekstradisi dan diadili dengan hukum yang berlaku di China.
Kebijakan “satu Negara, dua sistem” ini berawal pada tahun 1997 dengan kembalinya Hong Kong dari kekuasaan Inggris menjadi milik China dengan syarat kebijakan tersebut. Pada tahun 1842 Inggris merebut pulau sebuah pulau milik China setelah mengalahkan China dalam perang candu pertama lalu Inggris menyewa lahan yang disebut New Territories pada tahun 1898 dari China dengan janji akan dikembalikan dalam waktu 99 tahun. Wilayah tersebut sekarang kita kenal dengan Hong Kong. Dibawah kekuasaan Inggris, Hong Kong berkembang dengan pesat dan menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi dan keuangan dunia. Namun, pada 1982 London dan Beijing merundingkan pengembalian Hong Kong ke China dan akhirnya, pada 1997 China setuju untuk memerintah Hong Kong berdasarkan kebijakan one country, two systems dimana Hong Kong memiliki sistem sendiri yang berbeda dengan China selama 50 tahun kedepan.
Perbedaan sistem pemerintahan Hong Kong membuat masyarakat tidak ingin China mengambil alih kekuasaan. Dengan adanya RUU Ekstradisi masyarakat khawatir karena pemerintah China dapat mengambil alih kekuasaan. Kebijakan yang diterapkan di Hong Kong hanya berlaku hingga 1947, dengan adanya penolakan besar-besaran yang dilakukan masyarakat Hong Kong membuat khawatir bagaimana keadaan saat perjanjian kebijakan itu berakhir. Ketika kebijakan itu berakhir maka ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yaitu tetap menjalani kebijakan ‘one country, two systems’, Kebebasan Hong Kong dari China (Hong Kong merdeka), dan Hong Kong akan menjadi salah satu provinsi di China. Bagaimana menurut kalian? Dengan adanya penolakan terhadap China oleh masyarakat Hong Kong, apakah Hong Kong tetap akan menjadi bagian dari China sesuai dengan perjanjian? ataukah Hong Kong akan merdeka dan menjalankan Negaranya sendiri? (IA)