Jurnalikanews- Secara geologis indonesia dilalui dua rangkaian pegunungan besar dunia yaitu Sirkum Pasifik dan Mediterania. Sirkum pasifik masuk ke Indonesia melalui tiga jalur, yaitu Kalimantan, Sulawesi dan Halmahera berlanjut ke kepala burung papua dan membentuk tulang punggung pegunungan Papua.. Sementara Sirkum Mediterania sambungan dari jalur pegunungan di sekitar Laut Tengah, yaitu Afrika Utara, Spanyol, Alpen, Alpenia, Semenanjung Balkan, membujur ke pegunungan Himalaya, Nyanmar, Malaysia, kemudian menyebrang ke Indonesia. Fenomena tersebut membuat Indonesia memiliki kekayaan Alam berupa Gunung Api. Selain itu, Indonesia juga berada di pertemuan litosfer, yaitu Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia dilepas pantai Sumatera, Jawa dan Nusatenggara. Sedangkan Lempeng Indo-Australia bertubrukan dengan Pasific di Utara Irian dan Maluku Utara. Posisi tersebut membuat Indonesia menjadi rawan bencana alam terutama Gempa Bumi dan Tsunami. Pada tahun 2018 Indonesia mengalami duka yang disebabkan oleh bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 di Palu dan Donggala dengan kekuatan 7,4 skalarichter yang memicu terjadinya gelombang tsunami setinggi 5 meter. Korban jiwa dalam bencana tersebut tercatat mencapai 2.113 jiwa. Selanjutnya pada tanggal 22 Desember 2018 terjadi Tsunami yang tinggi gelombangnya mencapai 5 meter di kawasan Selat Sunda. Bencana ini disebabkan oleh Erupsi Gunung Anak Krakatau. Korban jiwa pada bencana Tsunami ini terhitung sebanyak 430 jiwa tewas dan 1.495 jiwa luka-luka. Tidak hanya menimbulkan korban jiwa, bencana gempa bumi dan tsunami juga mengakibatkan kerusakan sarana dan prasarana yang merupakan kebutuhan utama manusia, seperti rumah tempat tinggal, jalan, fasilitas umum dan sosial lainnya. Hal ini tentu akan aktivitas serta kebutuhan kehiudupan masyarakat yang berada didaerah terjadinya bencana pasca bencana.
Perlu adanya pembangunan kembali Sarana dan Prasarana bagi korban bencana untuk melengkapi kebutuhan mereka. Sesuai dengan target dunia Suistainable Development Goals pada point ke 3 yaitu Good health and Well-Being dan poin ke 9 yaitu Industry, Innovation dan Infrastructure. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan teknologi Photogrametri foto udara lidar, yaitu suatu kegiatan perekaman gambar wilayah kerusakan dampak bencana dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone). Hasil yang didapatkan dengan perekaman foto udara lidar ini diantara lain adalah gambaran berupa foto kerusakan infrastuktur akibat bencana seperti kerusakan rumah tempat tinggal dan infrastuktur lainnya. Selain itu dengan menggunakan teknologi sensor lidar (light detection and ranging) yang dipasang pada drone maka dapat diketahui itensitas kerusakan bangunan karena dengan menggunakan lidar akan diperlihatkan tinggi dari bangunan yang ada dipermukaan, sehingga akan lebih mudah untuk mengetahui upaya untuk pembangunan kembali untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Dengan menggunakan data foto udara dan sensor lidar didaerah bencana pasca terjadinya bencana. Maka Pemerintah dan pihak terkait akan lebih mudah untuk merencanakan dan melakukan pembangunan didaerah tersebut karena telah memperoleh Informasi kerusakan. Dengan demikian maka masyarakat yang berada di daerah bencana gempa bumi dan tsunami tidak terlarut dalam kesedihan dan mendapat kehidupan yang layak dan sejahtera seperti yang tertuang dalam tujuan ibu pertiwi dalam pembukaan UUD.
Adenan Yandra Nofrizal/Universitas Negeri Padang/Padang_Teknologi