Jurnalikanews- Dalam sepertiga malam tadi aku sengaja mengeraskan dering alarm pada jam weker lusuh yang aku beli saat masih menginjak Sekolah Dasar. Lantas, aku bangun untuk bercerita dengan sang pencipta tentang perdamaian. Aku tak tahu apa sang pencipta mendengarkan gerimis keluhan ku atau tidak. Aku hanya tahu bahwa sang pencipta tak pernah tidur dan sangat sayang dengan umat nya. Bahkan, pendosa seperti ku pun masih punya peluang untuk dibukakan pintu taubat. Maka dari itu, aku rasa dia pasti mendengar runtuhan kata yang terjatuh diatas tadahan tangan ku.
Ibu, apa kita sudah makmur?
Saat orang-orang kecil yang mengumpulkan gemercik suara logam tengah mencari sebutir beras untuk melangsungkan kehidupan dan mengedepankan rasa bersyukur karena dapat diberi kesempatan untuk hidup hari ini. Sedangkan orang-orang besar yang duduk manis di gedung belasan atau mungkin puluhan lantai tengah mandi dengan logam yang berhasil dia rengkuh dari hasil patungan rakyat dan menyampingkan rasa bersyukur seakan-akan kehidupan abadi hanya di lingkaran bumi.
Ibu, apa kita sudah sejahtera?
Saat satu-persatu manusia memikirkan kepentingan diri sendiri dan acuh tak acuh pada kepentingan bersama. Rasa antipati meraja rela dan saling menjatuhkan demi posisi jabatan agar mendapatkan upah yang diluar kelayakan. Memonopoli keadilan dengan mendahulukan siapa yang kuat dan terpandang lalu mengubur hidup-hidup arti kebenaran. Merampas hak orang demi kepuasan yang ingin dipenuhi seperti tak belajar rasa simpati.
Ibu, aku takut jika kau benar-benar pergi karena digandrungi kurcaci tamak dan dengki. Kala nanti benar akan pergi lalu dimana lagi aku akan singgah. Aku belum siap untuk tinggal karena buih dosa ku masih tak terbendung. Isak tangis yang kau paparkan telah merubuhkan bangunan nan megah. Linangan air mata mu pun telah meratakan gubuk-gubuk tua di tepi pantai. Apa ibu kemarin sedang sedih atau itu merupakan kisi-kisi?
Sejatinya, masih banyak yang akan merawat dan menjaga ibu. Kelak memang benar tak ada satupun, masih ada aku. Aku akan menjaga ibu semasa jantung ku masih berdebar. Perihal damai tadi, satu lagi yang ingin aku tanyakan. Hanya saja, aku sedikit gemetar untuk menanyakan kepada Sang Pencipta. Lebih baik aku tanya ibu saja sebagai bait penutup cerita.
Ibu, jika sang pencipta menutup usia ibu. Apakah disitu letak perdamaian?
Prasetyo Rahadi, Bogor. Kisi-kisi Damai.